Rabu, 20 Januari 2016

Penyebab Runtuhnya Kesultanan Utsmaniyah sebagai Salah Satu Kerajaan Terbesar dan Terlama di Dunia




Kata Ottoman dan Turki (Turkey) pada awalnya hanya ditemukan pada tulisan barat saja untuk menyebut Kesultanan Utsmaniyah. Pada akhirnya nama Turki dipilih ketika rezim Turki yang beribu kota di Ankara berkuasa tahun 1920-1923 dengan alasan nama tersebut sudah digunakan sejak jaman dinasti Seljuk, pendahulu Utsmaniyah
Awal kebangkitan Kesultanan Utsmaniyah berawal dari pembubaran Kesultanan Rum yang menyebabkan Anatolia terpecah menjadi beberapa negara merdeka yang disebut emirat Ghazi. Salah satu emirat Ghazi dipimpin oleh Osman I (1299 – 1326), yang namanya menjadi asal-usul nama Utsmaniyah, berhasil memperluas Turki hingga pinggiran Kekaisaran Bizantium (Romawi Timur).
Kekaisaran Utsmaniyah mencapai puncaknya saat kepemimpinan Suleiman I atau Suleiman Agung atau Suleiman Al-Qanuni (1520 – 1566). Di akhir masa kekuasaan Suleiman, jumlah penduduknya mencapai 15.000.000 orang yang tersebar di tiga benua. Kesultanan ini pun menjadi kekuatan laut besar yang mengendalikan sebagian besar Laut Mediterania. Karena kebesarannya, kesuksesan politik dan militernya sering disamakan dengan Kekaisaran Romawi. Kekaisaran Utsmaniyah pada akhirnya runtuh di tahun 1922 karena berbagai hal.
Dari berbagai sumber, inilah penyebab runtuhnya Kesultanan Utsmaniyah.
1. Sultan Berperangai Buruk
Beberapa Sultan setelah Sultan Suleiman I dicatat oleh sejarah mempunyai perangai yang buruk. Seperti Sultan Murad III (1574 – 1595) berkepribadian jelek dan suka menuruti hawa nafsunya sendiri. Sultan Muhammad III (1595 – 1603) tercatat telah membunuh 19 saudara laki-lakinya dan menenggelamkan 10 orang janda dari ayahnya demi kepentingan pribadinya. Tidak hanya Sultan, beberapa pejabat juga mengalami penyakit yang juga menimpa bangsa-bangsa besar sebelumnya yaitu cinta dunia dan bermewah-mewahan, sikap iri hati, saling membenci, dan penindasan.
2. Sultan yang Lemah
Tidak hanya sultan yang berperangai buruk, sultan yang lemah juga menjadi salah satu faktor kemunduran kesultanan Utsmaniyah. Sultan yang lemah membuat peluang besar bagi terjadinya degradasi politik. Ketika terjadi benturan di kalangan elit politik, dengan mudah mereka terkotak-kotak menjadi beberapa kelompok. Sementara Sultan dikondisikan untuk menghabiskan waktunya di istana agar tidak terlibat langsung dalam intrik-intrik politik yang telah dirancang.
Seperti Sultan Ibrahim (1640 – 1648) yang kalah berturut-turut dalam pertempuran laut. Sultan Abd Al-Hamid (1774 – 1789) membuat “Perjanjian Kinarja” dengan Ratu Catherine II dari Rusia yang berisi pengakuan kemerdekaan Kirman (Crimea) dan penyerahan benteng-benteng yang berada di Laut Hitam kepada Rusia, serta pemberian ijin kepada armada Rusia untuk melintasi selat yang menghubungkan Laut Hitam dan Laut Putih.
3. Pemberontakan-pemberontakan Internal
Pemberontakan terjadi dimana-mana. Ali Bey pada tahun 1770 memimpin Mamalik menguasai Mesir. Fakhral-Din, seorang pemimpin Duntze, berhasil menguasai Palestina dan pada tahun 1610 merampas Ba’albak serta mengancam Damaskus. Di Persia, Kerajaan Safawi beberapa kali mengadakan perlawanan kepada Kesultanan Utsmaniyah.
4. Kemerosotan Kondisi Sosial Ekonomi
Kerajaan memperoleh masalah internal akibat dampak pertumbuhan perdagangan dan ekonomi internasional. Kemampuan kerajaan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri melemah, sementara saat itu bangsa Eropa telah mengembangkan kekuatan dalam struktur ekonomi dan keuangan bagi kepentingan mereka sendiri. Desentralisasi kekuasaan dan munculnya pengaruh pejabat daerah memberikan sumbangan bagi keruntuhan ekonomi tradisional Kesultanan Utsmaniyah.
5. Munculnya Kekuatan Eropa
Kekuatan politik baru saat itu muncul di Eropa. Saat Kesultanan Utsmaniyah sibuk membenahi negara dan masyarakat, bangsa Eropa sedang menggalang militer, ekonomi, dan teknologi. Sehingga ketika terjadi konfrontasi di abad XXI, kerajaan Turki Utsmani tidak mampu menghadapi.
6. Kalah Perang dari Eropa
Seperti kebanyakan kerajaan, musuh tidak hanya dari dalam, tapi juga dari luar. Sejak abad ke-16 Kerajaan Turki Utsmani pun sering mendapat serangan dari luar. Puncaknya adalah pada Perang Dunia I dimana Turki kehilangan segala-galanya dan militer penjajah memasuki Istambul akibat dari rencana busuk Mustafa Kemal.
7. Gerakan Oposisi Sekuler dan Nasionalis
Jika di abad sebelumnya Kesultanan Utsmaniyah mengalami pemberontakan internal dari penguasa daerah setempat, di abad ke 20 kerajaan ini mengalami pemberontakan dari segi politik. Mustafa Kemal Ataturk menggawangi Organisasi Wanita Turki dan Organisasi Persatuan dan Kemajuan yang banyak bekerja sama dengan negara Eropa untuk menghilangkan kekhalifahan.
Pada tahun 1909, dengan dalih mogok massal, Organisasi Persatuan dan Kemajuan menyingkirkan Khalifah Abdul Hamid II yang kemudian Sultan menjadi tinggal simbol belaka. Puncaknya ada 3 Maret 1924, badan legislatif membubarkan Khilafah Islamiyah, mengangkat Mustafa Kemal sebagai Presiden Turki, dan mengusir dari Turki serta menyita asset kekayaan dari Khalifah Abdul Hamid II dan keluarga kerajaan.
Cek video berikut, untuk melihat lebih detail sejarah kekaisaran Ottoman dan kehancuran kesultanan Utsmaniyah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar