Ketika musim kemarau tiba bencana kekeringan melanda, sebagian areal pesawahan praktis tidak produktif, jutaan rumah tangga sulit mendapatkan air, bahkan instalasi PLTA milik PLN pun tak bekerja penuh karena debit air di waduk menyusut drastis.
Sebaliknya, jika musim hujan datang, cadangan air berlimpah hingga melampaui kebutuhan. Banyak areal pesawahan yang terendam. Pesawahan yang terkotak-kotak pun berubah menjadi danau yang luas. Begitu pula, ribuan rumah terendam air, hingga penghuninya pun harus mengungsi. Tak jarang bencana banjir pun menimbulkan korban jiwa. Banjir bisa melimpuhkan sebuah desa, sebuah kota, bahkan sebuah negara. Itulah keistimewaan dan ciri khas air, persediaan atau volumenya dibutuhkan dalam jumlah yang terbatas.
Tak bisa lebih apalagi kurang. Untuk pengaturannya tentu saja diperlukan cara pengelolaan yang baik. Akibat mis-manajemen manusia terhadap lingkungan, paling tidak pengaliran air mengalami fluktuasi 50 hingga 500 kali. Artinya, debit air pada musim hujan beratus kali musim kemarau, fluktuasinya begitu tajam. Hal itu tak lain karena pengelolaan sumberdaya perairan yang belum dilaksanakan dengan baik. Lantas, mengapa fluktuasi pengaliran air itu begitu tajam, apa saja penyebabnya ? Sebenarnya hal itu bermula dari adanya ketidak seimbangan ekosistem, terutama sebagai dampak campur tangan manusia yang berlebihan. Ekosistem atau lingkungan itu daya lenting (resilience), yaitu suatu kemampuan untuk pulih dari gangguan. Umpamanya, dalam batas pencemaran tertentu, ekosistem sungai mampu menetralisirnya, yakni karena adanya aktivitas biologis, fisika dan kimia sungai. Namun jika kadar pencemaran melampaui ambang batas, ekosistem sungai tak mampu lagi menetralisir, bahkan daya lentingnya sendiri bias rusak. Dewasa ini hampir semua sungai telah berkontaminasi limbah, baik asal pabrik, pertanian atau rumah tangga. Sebagian besar sumberdaya perairan mengalami kerusakan. Selain itu, ternyata tata guna lahan di beberapa daerah banyak mengalami perubahan, terutama akibat desakan industrialisasi dan pertambahan penduduk. Pada dasarnya, industrialisasi dan perluasan areal pemukiman senantiasa menyebabkan terjadinya penyusutan ruang hijau yang semestinya dipertahankan untuk menjaga kelestarian sumberdaya perairan. Jumlah air yang ada di Planet Bumi sebenarnya tetap, tidak bertambah dan tidak berkurang. Dengan demikian, jika volume atau massanya diukur pada setiap siklus, selalu stabil, yang berubah hanyalah bentuk dan keberadaannya. Jika hutan terus-menerus ditebangi dan dikonversikan menjadi areal pertanian, perkebunan, hutan tanaman industri atau pemukiman, paling tidak menyebabkan berkurangnya jumlah dan keanekaragaman vegetasi, hingga terjadi penyusutan luas tajuk pohon dan zona perakaran, akibatnya jumlah air yang terintersepsi menurun. Sebagian besar air hujan yang jatuh justru langsung mengenai permukaan tanah, yang antara lain bisa menimbulkan erosi, pemadatan tanah dan mengecilnya jumlah air yang terinfiltrasi. Hujan yang jatuh hanya melalui permukaan tanah saja dan sangat sedikit yang menjadi ground water. Hal itu yang menyebabkan banjir di musim hujan dan kekeringan di musim kemarau. Itulah pengelolaan sumberdaya perairan yang kurang baik. Padahal jika pengelolaannya dilakukan secara baik dan benar, bencana banjir dan kekeringan tidak perlu terjadi. Paling tidak, hulu sungai yang merupakan penghasil air yang utama (daerah recharge) pengamanannya lebih diperketat. Bagaimanapun, daerah aliran sungai (DAS) yang meliputi bagian hulu, tengah dan hilir, ekosistemnya harus dilestarikan. Jika tidak maka bencana demi bencana akan melanda. Pengelolan sumberdaya perairan terutama menyangkut bagaimana cara mengatur agar air senantiasa mencukupi kebutuhan manusia. Mencukupi artinya tidak berlebih di musim hujan dan tidak kekurangan di musim kemarau. Akibat mis-manajemen atau salah kelola, musim kemarau menyebabkan bencana kekeringan melanda sebagian wilayah tanah air kita. Ratusan ribu hektar sawah bisa mengalami kekeringan, dan puluhan ribu hektar mengalami puso, sebagai akibat kekeringan yang berkepanjangan. Akibat deficit air pada musim kemarau, pendapatan sebagian petani menurun drastis, bahkan usaha taninya lumpuh. Selain itu, target produksi beras nasional tidak tercapai. Sudah seharusnya berbagai sumberdaya perairan “diamankan” sedini mungkin. Bagaimana caranya agar air yang tersimpan di bawah tanah (gorund water) lebih banyak lagi. Selain dengan memperluas areal vegetasi (reboisasi dan penghijauan), pembuatan sumur-sumur juga perlu digalakkan. Tatkala musim hujan tiba, hendaknya air jangan dilewatkan begitu saja, tampunglah sebanyak-banyaknya agar dimusim kemarau bisa dimanfaatkan secara optimal. Pembuatan embung berukuran raksasa bisa diterapkan diberbagai daerah. Kondisi perairan, terutama di sungai-sungai yang mengalir di kota-kota padat industri dan pemukiman, umumnya telah tercemar berat. Artinya, baik menyangkut kualitas biologis, fisik atau kimia sudah mengalami perubahan drastis, hingga ekosistemnya pun berubah total. Makin tinggi frekuensi aktivitas industri dan rumah tangga, makin tinggi pula kadar pencemaran sungai, bahkan jumlah dan jenis zat pencemar pun terus meningkat. Kadar zat pencemar yang berlebihan, paling tidak akan menyebabkan warna air keruh hingga kehitaman, bau yang tak sedap, sifat korosif yang meningkat, mempertinggi biaya pengelolaan air, menimbulkankeracunan akut hingga kronis pada manusia dan hewan, serta memacu pertumbuhan eceng gondok serta gulma air lainnya. Berbagai aturan menyakut peruntukan sumberdaya perairan memang telah ditetapkan pemerintah, baik pusat maupun daerah. Apakah air itu untuk memenuhi keperluan air minum sebagai prioritas utama, atau untuk keperluan pertanian, perkebunan dan perikanan sebagai prioritas kedua. Kualitas air tegantung pada jenis peruntukannya, seperti untuk keperluan bahan baku air minum, industri, pertanian, perkebunan, rekreasi, pembangkit listrik, dan sebagainya. Masing-masing peruntukan memiliki standar tersendiri. Untuk keperluan air minum misalnya, diperlukan prosedur pengelolaan yang lebih ketat dengan ongkos produksi yang tinggi. Makin tinggi kadar pencemaran air sungai, ongkos produksi yang dikeluarkan perusahaan air minum (PDAM atau PAM) juga makin tinggi, hingga harga di tangan konsumen makin mahal. Dengan demikian, pencemaran dalam bentuk apapun selalu menyebabkan terjadinya biaya ekonomi tinggi. Pengelolaan kualitas sumberdaya perairan, terutama menyangkut bagaimana cara mengatur agar kualitas air memadai sesuai dengan peruntukannya. Meskipun secara kuantitas air tersedia, namun secara kualitas belum tentu. Apalagi kalau memperhatikan fakta bahwa air begitu berperan dalam proses metabolisme tubuh. Jika kadar mineral atau unsur tertentunya berlebih, paling tidak bisa menganggu sistem kepaalan tubuh. Apalagi jika kandungan bahan berbahaya beracun (B3) tinggi, sudah jelas akan mengancam kelangsungan hidup manusia. Salah satu upaya menyangkut pengelolaan sumberdaya perairan, khususnya sungai, ialah dengan digalakannya program kali bersih (Prokasih). Dalam realisasinya, Prokasih memang masih diprioritaskan di tengah dan hilir daerah aliran sungai (DAS), terutama kawasan di mana banyak didirikan industri serta kegiatan ekonomi perkotaan lainnya. Sudah selayaknya kegiatan Prokasih dijalankan dengan lebih serius dengan cakupan yang lebih luas, baik dalam jumlah propinsi, jumlah sungai, jenis kegiatan (selain industri, juga pertanian, pertambangan dan kehutanan). Selain itu, juga diharapkan mampu menjangkau bagian hulu DAS. Sebagaimana siklus dan kebutuhan air yag bersifat global, maka pengelolaan sumberdaya perairan pun bersifat global. Upaya pengelolaan harus dilakukan bersama, oleh setiap individu, setiap kelompok masyarakat, setiap bangsa dan setiap negara. Jika terjadi kegagalan dalam pengelolaan sumberdaya perairan, tak mustahil pada waktu yang akan datang akan terjadi perang hanya karena memperebutkan air, bukan bahan bakar minyak (BBM). Untuk mempertahankan esensi dan kualitas kehidupan umat manusia, air sebenarnya jauh lebih penting dibanding BBM. Bahkan harga air bisa lebih mahal jika dibanding harga BBM.
Sebaliknya, jika musim hujan datang, cadangan air berlimpah hingga melampaui kebutuhan. Banyak areal pesawahan yang terendam. Pesawahan yang terkotak-kotak pun berubah menjadi danau yang luas. Begitu pula, ribuan rumah terendam air, hingga penghuninya pun harus mengungsi. Tak jarang bencana banjir pun menimbulkan korban jiwa. Banjir bisa melimpuhkan sebuah desa, sebuah kota, bahkan sebuah negara. Itulah keistimewaan dan ciri khas air, persediaan atau volumenya dibutuhkan dalam jumlah yang terbatas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar